Kajian Bidang-bidang Filsafat
Kajian Bidang-bidang Filsafat
OLEH
Kelompok 7
Aldy Renaldi
Upriani
Tri Sulistia Ningsih
A. Ontologi
1. Pengertian ontologi
Ontologi memiliki pengertian yang berbeda-beda, definisi ontologi berdasarkan bahasa berasal dari bahasa Yunani, yaitu On (Ontos) merupakan ada dan logos merupakan ilmu sehingga ontologi merupakan ilmu yang mengenai yang ada. Ontologi menurut istilah merupakan ilmu yang membahas hakikat yang ada, yang merupakan ultimate reality, baik berbentuk jasmani/konkretmaupun rohani abstrak.
2. Fungsi dan manfaat ontologi
Fungsi dan manfaat dalam mempelajari ontologi, yaitu berfungsi sebagai refleksi kritis atas objek atau bidang garapan, konsep-konsep, asumsi-asumsi, dan postulat-postulat ilmu. Di antara asumsi dasar keilmuan antara lain pertama, dunia ini ada, dan kita dapat mengetahui bahwa dunia ini benar ada. Kedua, dunia empiris dapat diketahui oleh manusia dengan pancaindra. Ontologi menjadi penting karena pertama, kesalahan suatu asumsi akan melahirkan teori, metodologi keilmuan yang salah pula. Sebagai contoh, ilmu ekonomi dikembangkan atas dasar postulat bahwa “manusia adalah serigala bagi manusia lainnya” dan asumsi bahwa hakikat manusia adalah “homo ekonomikus3. Metode ontologi
Berdasarkan konteks filosofi, metode ontologi ini selalu digunakan di dalam adequatists sebagai metode filsafat secara umum. Metode ini termasuk pengembangan teori ruang lingkup yang lebih luas atau sempit dan pengujian serta penyempurnaan dari teori-teori tersebut dengan memahami metode filsafat terhadap hasil ilmu pengetahuan. Aliran-aliran ontologi antara lain:a. Monoisme
Paham ini merupakan paham yang menganggap bahwa hakikat yang asal dari seluruh kenyataan itu hanyalah satu saja, tidak mungkin dua. Haruslah satu hakikatnya saja sebagai sumber yang asal, baik yang asal berupa materi maupun berupa rohani. Tidak mungkin ada hakikat masing-masing bebas dan berdiri sendiri
b. Dualisme
Aliran ini berpendapat bahwa benda terdiri atas dua macam hakikat sebagai asal sumbernya, yaitu hakikat materi dan hakikat rohani, benda dan roh, jasad dan spirit, materi bukan muncul dari roh, serta roh bukan muncul dari benda. Sama-sama hakikat dan masing-masing bebas dan berdiri sendiri, sama-sama azali dan abadi. Hubungan kedua menciptakan kehidupan dalam aliran ini. Contohnya, tentang adanya kerja sama kedua hakikat ini yaitu dalam diri manusia.
c. Pluralisme
Paham ini berpandangan bahwa segala macam bentuk merupakan kenyataan. Pluralisme bertolak dari keseluruhan dan mengakui bahwa segenap macam bentuk ini semuanya nyata.
d. Nihilisme
Doktrin mengenai nihilisme sebenarnya sudah ada sejak zaman Yunani Kuno, yaitu pada pandangan Gorgias (360−483 SM) yang memberikan tiga proposisi tentang realitas. Pertama,tidak ada sesuatu pun yang eksis. Realitas itu sebenarnya tidak ada. Kedua, bila sesuatu itu ada, ia tidak dapat diketahui. Hal ini disebabkan oleh pengindraan itu tidak dapat dipercaya, pengindraan itu sumber ilusi. Ketiga, sekalipun realitas itu dapat kita ketahui, ia tidak akan dapat kita beritahukan kepada orang lain.
e. Agnotisisme
Agnostisisme adalah paham pengingkaran atau penyangkalan terhadap kemampuan manusia mengetahui hakikat benda, baik materi maupun rohani. Aliran ini mirip dengan skeptisisme yang berpendapat bahwa manusia diragukan kemampuannya mengetahui hakikat. Namun, tampaknya agnotisisme lebih dari itu karena menyerah sama sekali.
B. Epistemologi
1. Pengertian epistemologi
Epistemologi berasal dari bahasa Yunani “Episteme” dan “logos”. “Episteme” berarti pengetahuan (knowledge), “logos” berarti teori. Dengan demikian, epistomologi secara etimologis berarti teori pengetahuan. Epistomologi mengkaji mengenai apa sesungguhnya ilmu, dari mana sumber ilmu, serta bagaimana proses terjadinya. Di samping itu, ada pula yang mendefinisikan epistomologi sebagai pengetahuan sistematis yang membahas tentang terjadinnya pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula pengetahuan, metode atau cara memperoleh pengetahuan, validitas, dan kebenaran pengetahuan (ilmiah).2. Cakupan epistomologi
a. Cakupan pokok bahasanYakni apakah subjek epistemologi adalah ilmu secara umum atau ilmu dalam pengertian khusus. Ilmu yang diartikan sebagai keumuman penyingkapan dan pengindraan adalah bisa dijadikan sebagai subjek dalam epistemologi.
b. Sudut pembahasan
Yakni apabila subjek epistemologi adalah ilmu dan makrifat, dari sudut mana subjek ini dibahas karena ilmu dan makrifat juga dikaji dalam ontologi, logika, dan psikologi. Sudut-sudut yang berbeda bisa menjadi pokok bahasan dalam ilmu. Terkadang yang menjadi titik tekan adalah dari sisi hakikat keberadaan ilmu. Sisi ini menjadi salah satu pembahasan di bidang ontologi dan filsafat.
Berikut adalah aliran-aliran dalam epistemologis yaitu:
a. Rasionalisme
Aliran ini berpendapat semua pengetahuan bersumber dari akal pikiran atau rasio. Tokohnya antara lain Rene Descrates (1596–1650), Spinoza (1632−1677), Leibniz (1666−1716).
b. Empirisme
Aliran ini berpendirian bahwa semua pengetahuan manusia diperoleh melalui pengalaman indra. Indra memperoleh pengalaman (kesan-kesan) dari alam empiris, selanjutnya kesan-kesan tersebut terkumpul dalam diri manusia menjadi pengalaman.
c. Realisme
Realisme merupakan suatu aliran filsafat yang menyatakan bahwa objek-objek yang kita userap lewat indra adalah nyata dalam diri objek tersebut. Objek-objek tersebut tidak bergantung pada subjek yang mengetahui atau dengan kata lain tidak bergantung pada pikiran subjek.
d. Kritisisme
Kritisisme menyatakan bahwa akal menerima bahan-bahan pengetahuan dari empiri (yang meliputi indra dan pengalaman). Kemudian akal akan menempatkan, mengatur, dan menertibkan dalam bentuk-bentuk pengamatan yakni ruang dan waktu. Pengamatan merupakan permulaan pengetahuan sedangkan pengolahan akal merupakan pembentukannya
e. Positivisme
Tokoh aliran ini di antaranya August Comte, yang memiliki pandangan sejarah perkembangan pemikiran umat manusia dapat dikelompokkan menjadi tiga tahap, yaitu:
1) Tahap Theologis, yaitu manusia masih percaya pengetahuan atau pengenalan yang mutlak. Manusia pada tahap ini masih dikuasai oleh takhayul-takhayul sehingga subjek dengan objek tidak dibedakan.
2) Tahap Metafisis, yaitu pemikiran manusia berusaha memahami dan memikirkan kenyataan, tetapi belum mampu membuktikan dengan fakta.
3) Tahap Positif, yang ditandai dengan pemikiran manusia untuk menemukan hukum-hukum dan saling berhubungan lewat fakta. Oleh karena itu, pada tahap ini pengetahuan manusia dapat berkembang dan dibuktikan lewat fakta.
f. Skeptisisme
Menyatakan bahwa indra adalah bersifat menipu atau menyesatkan. Namun, pada zaman modern berkembang menjadi skeptisisme medotis (sistematis) yang mensyaratkan adanya bukti sebelum suatu pengalaman diakui benar. Tokoh skeptisisme adalah Rene Descrates (1596−1650).
g. Pragmatisme
Aliran ini tidak mempersoalkan tentang hakikat pengetahuan, namun mempertanyakan tentang pengetahuan dengan manfaat atau guna dari pengetahuan tersebut. Dengan kata lain kebenaran pengetahuan hendaklah dikaitkan dengan manfaat dan sebagai sarana bagi suatu perbuatan. Tokoh aliran yaitu C.S Pierce (1839−1914), menyatakan bahwa yang terpenting adalah manfaat apa (pengaruh apa) yang dapat dilakukan suatu pengetahuan dalam suatu rencana.
4. Metodologi memperoleh pengetahuan
Pengetahuan yang diperoleh oleh manusia melalui akal, indra, dan lain-lain mempunyai metode tersendiri dalam teori pengetahuan sebagai berikut.a. Metode indukatif
Induksi yaitu suatu metode yang menyimpulkan pernyataan-pernyataan hasil observasi disimpulkan dalam suatu pernyataan yang lebih umum. Menurut suatu pandangan yang luas diterima, ilmu-ilmu empiris ditandai oleh metode induktif, suatu inferensi bisa disebut induktif bila bertolak dari pernyataan-pernyataan tunggal, seperti gambaran mengenai hasil pengamatan dan penelitian orang sampai pada pernyataan-pernyataan universal.
b. Metode Deduktif
Deduksi ialah suatu metode yang menyimpulkan bahwa data-data empirik diolah lebih lanjut dalam suatu sistem pernyataan yang runtut. Hal-hal yang harus ada dalam metode deduktif ialah adanya perbandingan logis antara kesimpulan-kesimpulan itu sendiri. Ada penyelidikan bentuk logis teori itu dengan tujuan apakah teori tersebut mempunyai sifat empiris atau ilmiah, ada perbandingan dengan teori-teori lain dan ada pengujian teori dengan jelas menerapkan secara empiris kesimpulan-kesimpulan yang bisa ditarik dari teori tersebut
c. Metode positivisme
Metode ini dikeluarkan oleh Auguste Comte (1798−1857). Metode ini berpangkal dari apa yang telah diketahui, yang faktual, yang positif. Ia mengenyampingkan segala uraian/persoalan di luar yang ada sebagai fakta. Oleh karena itu, ia menolak metafisika. Apa yang diketahui secara positif adalah segala yang tampak dan segala gejala. Dengan demikian, metode ini dalam bidang filsafat dan ilmu pengetahuan dibatasi pada bidang gejala-gejala saja.
d. Metode kontemplatif
Metode ini mengatakan adanya keterbatasan indra dan akal menusia untuk memperoleh pengetahuan sehingga objek yang dihasilkan pun akan berbedabeda harusnya dikembangkan suatu kemampuan akal yang disebut dengan intuisi, pengetahuan yang diperoleh lewat intuisi ini bisa diperoleh dengan cara berkontemplasi seperti yang dilakukan oleh Al-Ghazali. Intuitif yaitu pengetahuan yang datang dari Tuhan melalui pencerahan dan penyinaran, Al-Ghazali menerangkan bahwa pengetahuan intuisi atau ma’rifah yang disinarkan Allah secara langsung merupakan pengetahuan yang paling
benar.
e. Metode dialektis
Dalam filsafat, dialektika mula-mula berarti metode tanya jawab untuk mencapai kejernihan filsafat. Metode ini diajarkan oleh socrates. Namun Palto mengartikan diskusi logika. Kini dialektika berarti tahap logika, yang mengajarkan kaidah-kaidah dan metode-metode penuturan, juga analisis sistematik tentang ide-ide untuk mencapai apa yang terkandung dalam pandangan. Dalam kehidupan sehari-hari dialektika berarti kecakapan untuk melakukan perdebatan.
5. Hubungan epistemologi dengan ilmu-ilmu lain
a. Hubungan Epistemologi dengan Ilmu LogikaIlmu logika adalah suatu ilmu yang mengajarkan tentang metode berpikir benar, yakni metode yang digunakan oleh akal untuk menyelami dan memahami realitas eksternal sebagaimana adanya dalam penggambaran dan pembenaran. Dengan memerhatikan definisi ini, bisa dikatakan bahwa epistemologi jika dikaitkan dengan ilmu logika dikategorikan sebagai pendahuluan dan mukadimah karena apabila kemampuan dan validitas akal belum dikaji dan ditegaskan
b. Hubungan epistemologi dengan filsafat
Pengertian umum filsafat adalah pengenalan terhadap eksistensi (ontologi), realitas eksternal, dan hakikat keberadaan. Sementara filsafat dalam pengertian khusus (metafisika) adalah membahas kaidah-kaidah umum tentang eksistensi. Dalam dua pengertian tersebut, telah diasumsikan mengenai kemampuan, kodrat, dan validitas akal dalam memahami hakikat dan realitas eksternal.
c. Hubungan epistemologi dengan teologi dan ilmu tafsir
Ilmu kalam (teologi) ialah suatu ilmu yang menjabarkan proposisi-proposisi teks suci agama dan penyusunan argumentasi demi mempertahankan peran dan posisi agama. Ilmu tafsir adalah suatu ilmu yang berhubungan dengan metode penafsiran kitab suci. Jadi, epistemologi berperan sentral sebagai alat penting bagi kedua ilmu tersebut, khususnya pembahasan yang terkait dengan kontradiksi ilmu dan agama, atau akal dan agama, atau pengkajian seputar pluralism dan hermeneutik karena akar pembahasan ini terkait langsung dengan pembahasan epistemologi.
C. Aksiologi
1. Definisi aksiologi
Beberapa definisi tentang aksiologi diungkapkan oleh Amsal Bahtiar (Bahtiar 2004) sebagai berikut.a. Berdasarkan bahasa Yunani, aksiologi berasal dari kata ‘axios’ dalam bahasaYunani artinya nilai dan logos yang artinya ilmu. Dengan demikian, dapat diambil kesimpulan bahwa aksiologi adalah ‘ilmu tentang nilai’.
b. Dengan mengutip pada Jujun. S Suriasumantri, aksiologi berarti teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh.
c. Mengutip dari Bramei, aksiologi terbagi dalam 3 bagian penting, antara lain:
1) Tindakan moral yang melahirkan etika
2) Ekspresi keindahan yang melahirkan estetika
3) Kehidupan sosial politik yang melahirkan filsafat sosial politik
2. Nilai
Dalam pembahasan aksiologi, nilai menjadi fokus utama. Nilai dipahami sebagai pandangan, cita-cita, adat, kebiasaan, dan lain-lain yang menimbulkan tanggapan emosional pada seseorang atau masyarakat tertentu. Dalam filsafat, nilai akan berkaitan dengan logika, etika, estetika (Salam 1997). Logika akan menjawab tentang persoalan nilai kebenaran sehingga dengan logika akan diperoleh sebuah keruntutan. Etika akan berbicara mengenai nilai kebenaran, yaitu antara yang pantas dan tidak pantas, antara yang baik dan tidak baik. Adapun estetika akan mengupas tentang nilai keindahan atau kejelekan. Estetika biasanya erat berkaitan dengan karya seni.a. Logika
Logika pada dasarnya merupakan suatu teknik atau metode yang diciptakan untuk meneliti ketepatan dalam penalaran. Penalaran akan berkaitan dengan berpikir asas-asas, patokan-patokan, hukum-hukum. Logika akan membantu manusia dalam menempuh jalan yang paling efisien dan menjaga kemampuan yang salah dalam berpikir. Dengan kata lain orang dapat berpikir secara benar.
b. Etika
Tujuan dari etika adalah agar manusia mengetahui dan mampu mempertanggungjawabkan apa yang ia lakukan. Di dalam etika, nilai kebaikan dari tingkah laku manusia menjadi sentral persoalan. Maksudnya adalah tingkah laku yang penuh dengan tanggung jawab, baik tanggung jawab terhadap diri sendiri, masyarakat, alam maupun terhadap Tuhan sebagai sang pencipta Etika berada dalam setiap faktor kehidupan manusia, meski tidak selalu dinyatakan secara tertulis, dalam berkomunikasi pun ada etikanya. Namun, mengkaji masalah etika komunikasi termasuk kajian yang masih teramat luas. Hal ini disebabkan karena komunikasi terdiri bebagai konteks komunikasi yang menjadi bagiannya, misalnya, komunikasi antar personal, komunikasi antar budaya, periklanan, humas, jurnalistik, pers, dan sebagainya. Masing-masing mempunyai etika masing-masing yang satu dengan lainnya tidak akan sama karena objek kajiannya berbeda.
c. Estetika
Estetika akan dikaitkan dengan seni karena estetika lahir dari penilaian manusia tentang keindahan. Kattsof sebagaimana yang dikutip Effendi mengatakan bahwa estetika akan menyangkut perasaan, dan perasaan ini adalah perasaan indah. Nilai keindahan tidak semata-mata pada bentuk atau kualitas objeknya, tetapi juga isi atau makna yang dikandungnya. Dengan demikian sebuah estetika akan ditemukan dalam sisi lahirnya maupun batinnya, bukan hanya sepihak. Sebagai ilustrasi bahwa wanita cantik belum tentu indah, karena cantik disini belum tentu menimbulkan kesenangan pada perasaan orang lain. Ilustrasi lain, misalnya kita bangun pagi, matahari memancarkan sinarnya kita merasa sehat dan secara umum kita merasakan kenikmatan. Meskipun sesungguhnya pagi itu sendiri tidak indah tetapi kita mengalaminya dengan perasaan nikmat. Dalam hal ini orang cenderung mengalihkan perasaan tadi menjadi sifat objek itu, artinya memandang keindahan sebagai sifat objek yang kita serap, padahal sebenarnya tetap merupakan perasaan.
e. Kegunaan aksiologi terhadap tujuan ilmu pengetahuan
Untuk mengetahui kegunaan filsafat ilmu atau untuk apa filsafat ilmu itu digunakan, kita dapat memulainya dengan melihat filsafat sebagai tiga hal, yaitu:
1) Filsafat sebagai kumpulan teori digunakan untuk memahami dan mereaksikan dunia pemikiran. Jika seseorang hendak ikut membentuk dunia atau ikut mendukung suatu ide yang membentuk suatu dunia, atau hendak menentang suatu sistem kebudayaan, sistem ekonomi, atau sistem politik, maka sebaiknya mempelajari teori-teori filsafatnya.Inilah kegunaan mempelajari teori-teori filsafat ilmu.
2) Filsafat sebagai pandangan hidup. Dalam hal ini, semua teori ajarannya diterima kebenarannya dan dilaksanakan dalam kehidupan. Filsafat ilmu sebagai pandangan hidup digunakan sebagai petunjuk dalam menjalani kehidupan.
3) Filsafat sebagai metodologi dalam memecahkan masalah. Dalam hidup ini kita menghadapi banyak masalah. Bila ada batu di depan pintu, setiap keluar dari pintu itu kaki kita tersandung maka dapat diasumsikan bahwa batu itu masalah. Kehidupan akan dijalani lebih enak bila masalah masalah itu dapat diselesaikan. Ada banyak cara menyelesaikan masalah, mulai dari cara yang sederhana sampai yang paling rumit. Bila cara yang digunakan amat sederhana maka biasanya
f. Kaitan aksiologi dengan filsafat ilmu
Nilai itu bersifat objektif, tapi kadang-kadang bersifat subjektif. Dikatakan objektif jika nilai-nilai tidak tergantung pada subjek atau kesadaran yang menilai. Tolok ukur suatu gagasan berada pada objeknya, bukan pada subjek yang melakukan penilaian. Kebenaran tidak tergantung pada kebenaran pada pendapat individu melainkan pada objektivitas fakta seperti ilmu yang harus objektif. Sebaliknya, nilai menjadi subjektif apabila subjek berperan dalam memberi penilaian; kesadaran manusia menjadi tolok ukur penilaian. Dengan demikian nilai subjektif selalu memerhatikan berbagai pandangan yang dimiliki akal budi manusia, seperti perasaan yang akan mengasah kepada suka atau tidak suka, senang atau tidak senang
untuk materi singkat bagi audiens diskusi dapat di download DI SINI
untuk materi dalam bentuk powerpoint (ppt) dapat di download DI SINI
0 Tanggapan Pada "Kajian Bidang-bidang Filsafat"
Posting Komentar